AKB48 Dianggap Sebuah Agama ? Mengapa ?
4 min read
AHA, kebetulan ketika browsing di internet, saya menemukan sebuah artikel yang menarik yang membahas tentang AKB48 di Kaori Nusantara, mungkin para penggemar 48 family sudah pernah melihat atau membaca artikel yang satu ini, tapi saya akan posting juga disini. keliaatannya artikel ini sangat serius dan cocok untuk dibahas. mengapa AKB48 dianggap sama dengan agama ? "karena mereka idol :p" itulah kata kata yg terbesit dipikiran saya, saya bukan big fans AKB48, hanya sekedar fans j music yg kebetulan juga suka dengan AKB. nah berikut bahasannya
Mengapa Anda membandingkan Atsuko Maeda, mantan “center” AKB48, dengan Yesus?
Saya tidak bisa menemukan kata yang lebih pas untuk menggambarkan
Maeda, saat dia memberikan ucapan tahun 2011 lalu yang populer itu,
“meskipun kalian membenciku, tolong jangan membenci AKB48.”
Kepopuleran AKB48 muncul dari cara kerjanya yang unik, di mana
pengkritik grup atau anggotanya secara khusus ikut berperan dalam
membentuk karir sang anggota.
Ini model “idola yang tumbuh bersama penggemar” yang sangat unik, sangat Jepang.
Dalam masyarakat di mana kita semakin sulit mewujudkan impian yang
dicitakan, orang akan sinis saat melihat seorang gadis biasa bermimpi
menjadi seorang bintang. Dia akan jadi sasaran keskeptisan publik dan
dibuli di internet.
Bergumul dalam tekanan besar dari kritikus dan orang-orang yang
skeptis, gadis-gadis ini mendapatkan kekuatan dan kharisma. Maeda
menerima segala pendapat dan kebencian orang akan perannya sebagai
“center” AKB48, dan ini membuat kehadiran Maeda terasa “sesuatu banget”.
Dalam buku Anda, Anda juga membandingkan AKB48 dengan sekte
ekstrem Aum Shinrikyo, yang menyerang kereta bawah tanah Tokyo tahun
1995.
Kesamaan antara AKB48 dengan Aum adalah bahwa penggemar mereka berbagi sesuatu yang disebut “antusiasme skeptis”.
Di era dengan begitu banyak nilai-nilai, seseorang tidak bisa
berpatok absolut pada nilai tertentu. Generasi muda Jepang di masa lalu
justru memposisikan dirinya dalam bentuk yang terkesan sepele, absurd,
bahkan tidak masuk akal. Inilah inti dari perilaku otaku orang Jepang.
Bagi pengikut sekte Aum, guru merekalah, Shoko Asahara, dan bagi
penggemar AKB48, para anggotanyalah yang secara fisik, ekonomi, dan
sosio-politik memiliki kedudukan yang amat lemah.
Apa yang membuat AKB48 berbeda dari grup idola lain adalah AKB48
penuh dengan kekonyolan dan lawakan internal. Dikreasikan dengan tangan
dingin Yasushi Akimoto yang sebelum mendirikan AKB48, dikenal dengan
kreativitasnya dalam skenario untuk acara “variety show”.
Penggemarnya melawak tentang para anggota AKB48 di dunia maya. Namun
saya kira ia juga salah satu cara untuk menemukan sesuatu yang serius,
atau benar-benar nyata dari sekian banyak hal-hal trivia yang penuh
kelucuan.
Judul buku Anda terdengar seperti lawakan internal untuk penggemar AKB48.
Saya menulis buku ini secara serius, karena saya tahu banyak orang
yang akan melihatnya sebagai bahan humor belaka, yang biasa ada di
kultur AKB48.
Sepertinya ada perpecahan antara pembaca yang menganggapnya serius
dan sebagian lain yang menganggapnya kalau saya cuma melawak mengenai
fenomena AKB48. Tidak mengejutkan, karena seperti inilah lingkungan
AKB48.
Pengkritik akan menyatakan kalau AKB48 cuma sekedar bisnis hiburan
belaka, yang tidak bisa dibandingkan dengan agama atau aliran
kepercayaan tertentu.
Tentu saja, AKB48 bermotif komersial, namun saya percaya keberadaannya jauh melebihi logika bisnis biasa.
Dua hal pemasaran yang membuat AKB48 unik adalah sesi jabat tangan
berkala dan “pemilu”, di mana penggemar yang membeli CD yang dibundel
dengan surat suara dapat memilih untuk menentukan anggota-anggota yang
akan menjadi pemimpin dalam singel album grup berikutnya.
Dalam sesi jabat tangan, penggemar bisa datang dan berbicara dengan
anggota favorit mereka, bahkan dengan mereka yang sering tampil di acara
TV. Dalam kegiatan pemilu, penggemar bisa memberikan suara untuk
menentukan masa depan anggota dalam dunia hiburan.
AKB48 adalah pelopor “kapitalisme cerdas” yang memasarkan informasi
dan produk jasa yang menyentuh perasaan orang-orang di era ekonomi
postindustrial saat ini.
Inilah mengapa hanya orang-orang yang ikut serta dalam acara-acara
AKB48 yang bisa mengenali, betapa pandangan akhir dari model kapitalisme
ini akan terlihat seperti agama atau aliran kepercayaan.
Lihat 100 ribu orang yang rela mengantri hanya untuk berjabat tangan
dengan seorang gadis dalam waktu 10 detik, kemudian pergi dengan raut
muka begitu senang. Bahkan orang-orang membeli ratusan keping CD yang
sama untuk mendukung anggota kesayangan mereka menang dalam “pemilu”.
AKB48 memang tidak punya pemimpin, doktrin, atau filosofi apapun,
namun saya tidak bisa menemukan kata selain “agama” untuk menjelaskan
fenomena AKB48.
Bagaimana dengan dampak sosialnya?
AKB48 sudah tumbuh lebih dari sekedar ikon otaku. AKB48 sudah dikenal dan didukung masyarakat, bahkan remaja perempuan muda.
Apa yang ditunjukkan AKB48 adalah bahkan seorang gadis biasa bisa
menjadi bintang bila ia punya karakter. Ia membuat industri idola lebih
mudah diterima sebagai prasarana budaya bagi anak muda.
Di awal bulan ini, saya mendatangi konser N Zero, grup jiplakan
AKB48, yang mengklaim dirinya sebagai “rival tidak resmi dari AKB48″.
Mereka adalah grup idola bawah tanah yang muncul, mengikuti kesuksesan
AKB48.
Mereka tampil dengan biaya mereka sendiri, lagu-lagu mereka ditulis
oleh penggemar mereka sendiri karena mereka tidak dapat membayar
pencipta lirik profesional.
Memang hanya tiga ratusan orang yang datang menonton, namun
pencapaiannya harus disorot, mengingat grup dengan anggota sedikt mampu
menarik perhatian banyak orang dan bisa tampil di panggung.
Saya percaya konsep idola amatir seperti ini akan tumbuh, berfungsi
sebagai sarana pendidikan bagi anak muda, dan diharapkan mampu menjadi
pilihan alternatif berkarir.
Akimoto sudah meluncurkan waralaba AKB48 di Jakarta dan
Shanghai. Apa Anda berpikir model seperti AKB48 akan sukses di luar
negeri?
Menghina dan menertawakan anak muda terlihat ekstrem di Barat. Model
“cinta-benci, mendukung-mencaci” antara anggota dengan penggemarnya
seperti ini mungkin tidak akan berjalan baik di Barat.
Namun di Cina dan Korea Selatan, anak muda ikut mengembangkan budaya
berinternet yang mirip seperti di Jepang. Mereka membahas dan membuat
lelucon mengenai apa yang terjadi saat ini dengan bahasa gaul ala
internet. Saya lihat, penggemar JKT48 di Jakarta juga seantusias
penggemar AKB48 di Jepang.
Saya percaya akan muncul kebutuhan akan konsep idola ala AKB48 yang
menawarkan pengalaman menikmati proses untuk meningkatkan jumlah otaku
di negara-negara ini.
Bintang yang populer dari waralaba lokal ala AKB48 ini tidak perlu
meniru-niru Maeda. Gadis dengan karakter unik dan kisah hidup yang
menarik masyarakat setempatlah yang akan dipilih sebagai bintang di
negaranya masing-masing.
Saya pikir, inilah kelebihan model AKB48, yang menawarkan kesempatan sama pada banyak perempuan.
well, kita juga harus dewasa dalam menanggapi hal ini, cukup untuk menjadi pelajaran ^^
Via Kaori Nusantara
Via Kaori Nusantara